Pada Desember 2004, The National Intelligence Council – Dewan Intelijen Nasional CIA memprediksi bahwa di tahun 2020 sebuah Khilafah baru akan muncul di kancah dunia.
Temuan itu dipublikasikan dalam laporan 123-halaman berjudul “Mapping
The Global Future – Memetakan Masa Depan Global”. Tujuan laporan itu
adalah untuk mempersiapkan pemerintahan Bush selanjutnya untuk
tantangan-tantangan yang ada di depan dengan memproyeksikan tren-tren
yang mungkin menjadi ancaman bagi kepentingan AS. Laporan itu disajikan
kepada presiden AS, para anggota Kongres, para anggota kabinet dan para
pejabat kunci yang terlibat dalam pembuatan keputusan.
Apa
yang menyolok tentang laporan itu adalah bahwa itu penuh referensi
tentang Islam politik dan beragam tantangan yang dimilikinya bagi
kepentingan-kepentingan AS di masa depan dekat. Bahkan juga terdapat
skenario fiksional menggambarkan munculnya negara Khilafah di 2020 dan
dampaknya pada situasi internasional.
Namun,
laporan itu diprediksi atas asumsi-asumsi yang merusak validitas
laporan itu di berbagai bagiannya, khususnya bagian tentang Khilafah. Di
bawah ini adalah kritik beberapa argumen yang dirumuskan dalam skenario
fiksional itu: -
Laporan
itu menyatakan bahwa kekuatan Khilafah baru akan diperoleh dari
usaha-usaha gerakan Islam global yang mengambil kekuasaan. Sementara itu
mungkin benar bahwa gerakan Islam global akan memicu ketidakpatuhan
sipil atau menginisiasi suatu kudeta untuk menciptakan Khilafah,
kekuatan dan keberlangsungannya adalah dependen atas sesuatu yang
sepenuhnya berbeda.
Keyakinan
intelektual terhadap satu set nilai-nilai bersama di antara warga
negara itu adalah ukuran kekuatan negara itu dan bukannya gerakan itu,
yang mendirikan negara. Uni Soviet runtuh bukan karena kekurangan
teknologi, tapi karena rakyatnya meninggalkan komunisme dan partai
komunis tidak berdaya untuk meyakinkan sebaliknya.
Penilaian
akurat berbagai keyakinan massa Muslim terhadap berlanjutnya jalan
hidup Islam melalui pendirian-kembali Khilafah adalah faktor tunggal
yang paling penting dalam menentukan apakah Khilafah akan sukses atau
gagal di abad ke-21. Ini lebih penting dari teknologi dan sumberdaya,
yang keduanya
bisa dengan cepat diperoleh selama Khilafah mampu mempertahankan
dirinya sendiri dan mendasari kemajuannya secara eksklusif dengan
ideologi Islam.
Kapanpun
gerakan-gerakan Islam diambil sebagai tolok ukur satu-satunya untuk
mengestimasi tingkat kebangkitan Islam di negeri-negeri Muslim, gambaran
kabur akan selalu muncul. CIA tidaklah sendirian dalam mempergunakan
standar keliru ini. Praktek itu menyebar luas dan telah mengkontaminasi
analisis berbagai pemikir terpandang dan tulisan-tulisan beberapa
komentator papan atas seperti Francis Fukuyama dan Samuel P. Huntington.
Arus
ini bukanlah hasil dari kebencian mereka terhadap Islam, tapi adalah
karena patuhnya mereka pada filosofi individualisme, yang telah menodai
pemahaman mereka terhadap masyarakat dan mereduksinya menjadi sekelompok
individu.
Pemahaman
yang tepat terhadap masyarakat mengungkap bahwa ia terdiri dari para
individu, yang diikat bersama-sama oleh pemikiran dan emosi / perasaan
bersama, dan hidup di bawah sistem tertentu.
Derajat dukungan di antara rakyat terhadap sistem pemerintahan yang ada
atau terhadap sistem pemerintahan alternatif hanya bisa dipastikan
melalui evaluasi berbagai pemikiran dan perasaan umum itu.
Ikatan
individualisme telah menggiring Barat kepada penilaian rendah penetrasi
pemikiran dan sentimen Islam di negeri-negeri Muslim, dan juga kepada
kesalahan kalkulasi dukungan luas bagi pendirian-kembali Khilafah.
Poin
lain argumentasi di dalam laporan itu adalah klaim bahwa munculnya
Khilafah tidak akan menyebabkan rezim-rezim di negeri-negeri Muslim
runtuh berurutan – efek domino.
Lagi-lagi
pemahaman ini diturunkan dari pemahaman yang salah terhadap masyarakat.
Studi sepintas terhadap dunia Muslim menunjukkan bahwa terdapat
polarisasi besar dalam berbagai sudut pandang di antara rezim-rezim dan
rakyat yang mereka atur. Sebelum runtuhnya rezim Baath, Saddam seorang
atheist memberikan pidato yang dipoles dengan istilah-istilah Islami.
Dia melakukan ini, karena dia sadar bahwa rakyat tidak lagi termotivasi
oleh Baathisme, sekularisme atau Arabisme dan hanya merespon Islam.
Demikian juga, ketika Musharraf bersanding dengan perang Amerika melawan
Afghanistan dia harus mengutip alinea-alinea panjang dari kehidupan
Rasulullah Saw. untuk menjustifikasi pendiriannya.
Konflik
antara mempertahankan kekuasaan sekular dan mencegah Islam politik dari
berkuasa adalah kejadian harian di kebanyakan dunia Muslim. Rezim-rezim
di dunia Muslim dipandang sebagai budak berbagai kepentingan Barat dan
antagonistik terhadap Islam. Kaum Muslimin jelas membenci para rezim itu
dan bergairah untuk menghapus eksistensi mereka. Alasan satu-satunya rezim-rezim itu tetap hidup adalah karena dukungan penuh dari para pemerintah Barat.
Hari
ini, Umat Islam berdiri di atas tepi perubahan monumental, sebagaimana
negara-negara pakta Warsawa sekitar 18 tahun yang lalu. Tirai besinya
turun karena rakyat telah mengubah pandangan mereka dari komunisme ke
kapitalisme. Demikian pula Umat
Muslim telah meninggalkan komunisme dan kapitalisme, dan sedang
menunggu munculnya Khilafah, yang akan menyebabkan rezim-rezim itu
runtuh dengan cara spektakuler, hanya untuk ditarik oleh Khilafah.
Akhirnya
laporan itu mengklaim bahwa Umat Islam akan merasakan godaan
materialisme Barat terlalu berat untuk ditahan, menyebabkan mereka lari
dari pantai-pantai Khilafah baru. Pandangan ini jelas didirikan atas
persepsi umum Barat bahwa Khilafah adalah antitesis dari modernisasi.
Faktor lain yang meningkatkan persepsi ini di antara orang Barat adalah
arus Kaum Muslim dari dunia Islam ke Barat sekarang ini.
Tidak ada yang bisa lebih jauh dari kebenaran. Pertama, Khilafah
yang diinginkan Kaum Muslimin untuk didirikan adalah Khilafah berdasar
petunjuk yang lurus, yang tadinya ada pada puncak peradaban manusia. Suatu fakta historis yang sangat dikenali oleh beberapa ahli terkemuka mengenai Islam – utamanya Bernard Lewis.
Kedua,
migrasi massal Umat Islam ke Barat adalah konsekuensi dari kebijakan
luar negeri Barat di dunia Muslim dan bukan karena kecintaan Muslim pada
nilai-nilai Barat. Kebanyakan
imigran, jika tidak semuanya merupakan imigran ekonomi atau para
pencari perlindungan politik yang kabur dari tirani rezim-rezim yang
sering didukung oleh para pemerintah Barat.
Bahkan Muslim itu, yang telah tinggal di Barat, belum memeluk nilai-nilai sekular karena takut merusak Islam mereka.
Usaha
Eropa akhir-akhir ini untuk menghukum populasi Muslim mereka untuk
mengadopsi nilai-nilai Barat mengungkapkan banyak tentang obsesi Eropa
dengan mensekularkan umat Muslim dan bertolak belakang dengan citra
stereotipan yang diproyeksikan oleh media Barat bahwa negeri-negeri
Muslim ingin diwesternisasi.
Pensifatan
umat Islam itu didasarkan pada pemahaman rusak perasaan anti-Barat yang
menjangkiti dunia Muslim. Seringkali di lingkar barat,
sentimen-sentimen anti-barat disamakan dengan penolakan total peradaban
barat dan dikelompokkan dalam tenda fundamentalis.
Untuk
memperparah masalah, keinginan di antara Kaum Muslim untuk memiliki
produk-produk Barat diinterpretasi sebagai bernafsu menginginkan jalan
hidup Barat. Orang-orang Barat seringkali mengklasifikasi mereka yang
menunjukkan kekaguman terhadap barang-barang barat ke kelompok moderat.
Membagi-bagi
umat Muslim ke dalam kedua kelompok itu berdasarkan interpretasi
semacam itu adalah salah. Ini karena retorika anti-Barat yang ditemukan
di antara kaum Muslimin adalah sebuah penghinaan atas budaya Barat dan
bukan atas barang-barang barat. Demikian juga, ekspresi
kekaguman terhadap produk-produk Barat adalah pengakuan tentang
kualitas barang-barang yang lebih unggul dan bukannya persetujuan untuk
budaya Barat.
Untuk
pertama kalinya dalam bertahun-tahun, dunia Muslim telah melalui
transformasi radikal dalam menentukan aspek-aspek cara hidup Barat mana
yang bisa diterima dan mana yang harus ditolak Islam. Kaum Muslimin hari
ini menerima barang-barang Barat seperti DVD, Satelit, dan TV hanya
karena benda-benda itu tidak berkontradiksi dengan pandangan Islami
mereka. Di
sisi lain berbagai konsep Barat seperti kebebasan, demokrasi dan
individualisme dibuang karena dianggap berkontradiksi dengan Islam.
Sebelumnya,
dunia Muslim disobek antara dua faksi yaitu para modernis yang ingin
mengadopsi segalanya dari Barat dan para tradisionalis yang berniat
menolak semua aspek peradaban Barat. Mentalitas ini menghambat kemajuan
dan membuat Barat bisa membangun hagemoninya atas tanah-tanah Muslim.
Hari
ini, bukanlah Kaum Muslimin yang menahan diri mereka sendiri dari
kemajuan manusia dan mencapai tuntutan abad ke-21, tapi adalah Barat
yang memilih untuk menekan perkembangan itu dan bersikeras menimpakan
nilai-nilainya atas massa Muslim berkolusi dengan para rezim dunia
Muslim.
Sikap
ini tidak hanya berkontribusi pada kesalahpahaman Barat terhadap Islam,
tapi telah mendorong Barat untuk mendefinisikan hubungan tak seimbang
dengan dunia Muslim. Selain itu, pola pikir itu telah mendorong Barat
untuk melecehkan segala yang terkait Islam. Penjajahan Barat atas Irak
dan Afghanistan telah menggarisbawahi penyiksaan rakyat Muslim,
penggarongan tanah mereka dan pencercaan Islam.
Jika
sikap ini tidak dibalik maka Barat akan menyadari dirinya berada dalam
posisi sulit di dua garis. Pertama, Khilafah akan menjadi negara kuat,
maju menggambar nasib baru bagi rakyat Muslim setelah membebaskan mereka
dari hagemoni politik, militer dan ekonomi Barat. Barat yang
terlemahkan dengan hilangnya kendali secara tiba-tiba ini akan berjuang
untuk menjaga dominasinya atas urusan-urusan dunia. Yang kedua, Khilafah
akan dengan sigap memberdaya-gunakan sinergi antara Islam dan sains,
sehingga mengungguli Barat dalam hal penciptaan, teknologi dan penemuan
saintifik baru. Dengan sikap negatif Barat terhadap semua hal Islami
semacam itu, ia akan berada dalam kondisi menutup pintu-pintu
pengetahuan dan mengungkung rakyatnya dari kemajuan dan berbagai
tantangan abad ke-21.
Kita sambut khilafah, orang nonmuslim saja yakin kok bahwa umat Islam akan menguasai dunia.
BalasHapusMampir ya di quantumfiqih.blogspot.com atau sby-corporation.blogspot.com atau brillyelrasheed.blogspot.com
khilafah islamiyah akan menjadi naungan yang paling indah bagi seluruh umat islam yang ada di dunia. karena ia memakai hukum syariat is;lam dan dengan tatanan politik islam. http://transparan.id
BalasHapus